Tentang Sekolah Rakyat KAMI

Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
Pendidikan untuk semua. Inilah yang menjadi dasar didirikannya Sekolah Rakyat Kami. Bergerak pada isu pendidikan Alternatif, sekolah Rakyat KAMI (Komunitas Anak Miskin) mendampingi anak-anak pemulung yang terletak di pintu nol Politeknik Negeri Ujung Pandang atau belakang workshop Unhas (pemukiman pemulung). Sejak didirikannya pada tahun 2007 sampai hari ini, sekitar 30an anak pemulung dengan rutin bermain dan belajar bersama disebuah gubuk kecil, usang, namun nyaman yang sering kami sebut dengan nama Sekolah. Karena di Sekolah rakyat KAMI, tidak ada sekat formal yang membatasi anak untuk berlajar

Senin, 02 April 2012

pandangan pertama


Sebelumnya, tak pernah menulis panjang-panjang (kecuali tugas sekolah mengarang dari guru) dan tak tau tulisan ini akan sepanjang apa. Kurang paham mengenai jenis-jenis tulisan padahal sewaktu sekolah nilai Bahasa Indonesia tak pernah di bawah 8 J (pameerrrrrrrrr,hihihi)
Mulai yah, “basmallah”
November 2011, saya (baca:Gina) berkenalan dengan tempat dan warga yang ada di  situ. Tempat itu kotor. Tempat itu kumuh. Tempat itu sesak. Tempat itu penuh dengan tumpukan botol plastik, gelas plastik, semua bahan plastik bekas pakai menyatu di situ (kecuali manusia plastik,hihi).
Tempat itu merupakan pembuangan akhir sampah-sampah plastik yang ada di sekitar kampus Unhas.
Begitu datang, “semua mata tertuju pada ku”, slogan pada salah satu ajang pemiihan putri itu seakan terjadi pada saya. Berbagai ekspresi wajah tergambar. Ada yang senyum, ada yang kerutkan dahi, ada juga yang datar-datar saja. Untungnya, saat itu saya tak sendirian. Saya ditemani Taufiq, yah Taufiq lah yang mengenalkan saya dengan tempat itu.
Saya mulai menyusuri setiap sudut dari tempat itu. Mulai bertegur sapa dengan warga yang saya jumpai. Perlahan mulai terasa bahwa mereka bisa menerima saya. Kemudian,  berhentilah kami (saya dan Taufiq) di salah satu bangunan bambu. Kami nimbrung bercengkrama dengan beberapa warga. Waktu itu mereka sedang membahas tentang tawuran teman-teman mahasiswa yang ternyata sangat merugikan salah satu warga disitu. Teman-teman yang tawuran membakar tumpukan kardus dan kumpulan plastik yang sudah susah payah dikumpulkan.
Geram hati ini, teman-teman yang tawuran tak tau dan tak pernah tau berapa kerugian yang mereka timbulkan!!!! Ah L
Hampir setengah jam, tak ada satu pun anak kecil yang saya temui. Padahal tujuan saya kesana, salah satunya ingin kenalan dengan anak-anak hebat disitu. Tapi, karena saat itu siang hari, pasti mereka sedang sekolah pikir saya. Usut punya usut, ternyata anak-anak jam segitu tidak sekolah, tetapi mereka sedang bekerja mengumpulkan pundi-pundi uang dengan memungut barang plastik.
Waw!! Disaat anak-anak yang lain berkutat dengan lingkungan sekolah dan segala macam janji pemerintah, anak-anak hebat disitu malah berkutat dengan sampah dan kotor! Tanpa pusing dengan apa yang menjadi hak sebenarnya seorang anak! Mereka luar biasa hebat, sodara sodari!! J
Hanya dalam waktu 45 menit, tempat itu sudah membuat saya nyaman. Saya nyaman dengan keramahan mereka, saya nyaman dengan aktivitas mereka, terlebih saya nyaman dengan semangat anak-anak hebat disitu. Maka semakin yakinlah hati ini untuk bisa meluangkan waktu dan saling berbagi dengan mereka. Siapapun dan apapun yang terlingkup didalamnya.
Yap, ternyata sepanjang inilah tulisan yang bisa saya ciptakan. Entah apa ini, saya juga tak mengerti. Tetapi seperti itulah rasanya pertama kali bertemu dan bekomitmen untuk menjadi bagian tempat itu.
Esok lusanya, saya kembali dan mulai berbagi seadanya dengan anak-anak hebat itu sampai saat ini, pun saat tulisan ini selesai bahkan sampai akan ada tulisan selanjutnya, berharap akan tetap bisa berbagi.


penulis: Kadrina Rauf

1 komentar:

  1. pandangan pertama.. setiap jengkal kita berbagi memang selalu diawali "ketidaknyamanan" akan keadaan sekitar, itulah insting, pure instinct.
    note*nilai 8 anda bisa dipertanggungjawabkan...hehe

    BalasHapus