Tentang Sekolah Rakyat KAMI

Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia
Pendidikan untuk semua. Inilah yang menjadi dasar didirikannya Sekolah Rakyat Kami. Bergerak pada isu pendidikan Alternatif, sekolah Rakyat KAMI (Komunitas Anak Miskin) mendampingi anak-anak pemulung yang terletak di pintu nol Politeknik Negeri Ujung Pandang atau belakang workshop Unhas (pemukiman pemulung). Sejak didirikannya pada tahun 2007 sampai hari ini, sekitar 30an anak pemulung dengan rutin bermain dan belajar bersama disebuah gubuk kecil, usang, namun nyaman yang sering kami sebut dengan nama Sekolah. Karena di Sekolah rakyat KAMI, tidak ada sekat formal yang membatasi anak untuk berlajar

Senin, 09 April 2012

PENGOBATAN UNTUK FARDI


Tumpukan karung berisi gelas air kemasan, dan botol-botol memenuhi area pemukiman pemulung itu. Sampah berserakan dimana-mana. Bau pesing, sampah, bercampur dari comberan menusuk hidung, namun orang-orang yang tinggal disana telah menganggapnya hal biasa. Tak ada WC ataupun kamar mandi permanen di tempat itu. Ada beberapa gubuk berdempet-dempetan . Atap dan dindingnya tak utuh, penuh dengan tempelan plastik ataupun dengan karung bekas. Anak-anak kecil berkeliaran dengan penampilan yang tak terurus. Tak ada pakaian bersih tapi penuh tanah dan lumpur. Pemukiman itu terletak di belakang kampus UNHAS dan Politeknik. Berdampingan dengan rumah kos dan BTN asal mula yang tak jauh dari tempat itu. Di depannya ada komplek s pemakaman umum.


Ada kurang lebih 10 keluarga yang berprofesi sebagai pemulung menempatinya. Sebagian besar anak-anak disana putus sekolah, bahkan ada yang tak pernah sekolah. Sejak pagi mereka harus menyandang karung-karungnya dan berkeliling kampus ataupun di kompleks perumahan sekitarnya. Memunguti sisa-sisa sampah yang bisa di daur ulang. Ada penadah yang akan membeli barang-barang tersebut, walau dengan harga yang sangat murah.

Setiap sabtu dan minggu sore ada dua atau tiga orang mahasiswa yang akan datang ke tempat itu. Mereka mengajari anak-anak kecil baca tulis. Awalnya kedatangan mereka ditolak, namun lama-kelamaan mereka mulai disukai oleh orang tua anak-anak itu.
Telah ada beberapa bulan yang mereka habiskan disana. Tak ada bayaran materi,namun mereka puas melihat anak-anak tersebut tertawa gembira.
Minggu 2 November 2008 Fardi ,salah seorang anak pemulung tak lagi ikut belajar. Katanya ia sakit dan tak keluar rumah. Kondisi tubuhnya sangat lemah. Suhu badan yang cukup tinggi hingga mendekati 40°C. menurut teman-temannya, Fardi telah sebulan tak bersama mereka. Pernah sekali ia memulung di Fakultas Ekonomi UNHAS dan jatuh pingsan disana.

Fardi paling besar diantara teman-temannya, namun juga paling terbelakang dalam pelajaran. Walau umurnya telah 12 tahun namun ia seperti anak kelas 1 SD yang baru belajar menulis. Ketertinggalannya membuat ia sering diketawai teman-temannya. Adiknya Suardi jauh lebih pintar dibandingkan ia. Namun semangat belajarnya tak pernah padam. Fardi tiga bersaudara, ia anak kedua. Kakaknya Salmiah tinggal di Bantaeng, menjadi tukang jahit disana. Ia, Suardi dan kedua orang tuanya tinggal di kompleks pemulung. Mereka telah setahun lebih menempati lokasi itu.

Bersama Ibunya, Fardi di bawa ke Rumah Sakit Wahidin. Tetap di gubuknya akan membuat penyakitnya tambah parah. Sampai di Rumah Sakit Fardi langsung di bawa ke Poli anak, tak ada penanganan disana. Fardi akhirnya di rawat inap di Lontara 4. Tiga hari menunggu, tanpa kejelasan diagnose penyakit dan perawatan untuknya. Ntah pihak rumah sakit takut karena belum ada jaminan biayanya akan di tanggung siapa. Hanya ada waktu 2 hari untuk mengurus KK dan KTPnya agar bisa menggunakan fasilitas JAMKESDA.

Keluarga Dg.Paso’ tak memiliki Jamkesmas, mereka tidak terdata di kantor kelurahan Tamalanrea Indah. Namun mengurus administrasi tak selalu mudah untuk warga miskin. Ketika ditanya keberadaan KK dan KTPnya. Nurliah (Ibunda fardi) mengaku tak memilikinya. Biayanya sangat mahal dan mereka tidak punya uang. Untuk mengurus KK dan KTP mereka di haruskan membayar biaya administrasinya sebanyak 55ribu rupiah.

Hari kedua di RS kondisi Fardi masih lemah. Siang itu ketika menjenguknya. Suhu tubuhnya belum juga menurun. Upaya pengobatan dari dokter yang menangani juga belum ada. Menurut Ibunya, perawat hanya menyuruh Fardi di kompres. Anak itu kuat minum, demikian dalih perawat. Kami mencari status Fardi, namun menurut perawat belum ada. Dokter yang menangani mungkin membawanya. Kami hanya ingin tahu penyakit Fardi dan ingin tahu kenapa belum ada tindakan sama sekali.
“bu kenapa Fardi belum dikasih obat” kami bertanya pada salah seorang perawat. Namun ia malah menyuruh mengambil kartu Obat. Kartu obat sudah ada ditangan, namun tidak bisa digunakan. Hanya dokter yang bisa memberikan tindakan. Sementara mahasiswa yang sedang Koas juga tak bisa berbuat apa-apa.

Dari ruang administrasi lontara 4, oleh perawat yang magang disana. Kita diminta mencari statusnya di poli anak. Tempat Fardi pertama kali diperiksa.
Dokter jaga di poli anak kebingungan ketika ditanyai kartu status Fardi. Melihat kami mulai emosi doker tersebut hanya menyuruh bersabar dan menunggu hasil pemeriksaan Laboratorium.
Kantor kelurahan Tamalanrea Indah terletak di BTN ANTARA. Pak Lurah yang masih muda mengeluarkan surat Keterangan Tidak Mampu yang bisa dipakai untuk sementara, karena pengurusan KTP dan KK bisa selesai esok harinya.

Hari ketiga Berbekal SKTM tersebut akhirnya kembali ke Rumah Sakit bertemu petugas di bagian mobilisasi dana RS.Wahidin. namun sayangnya RS tak mau menerima lagi SKTM setelah kartu JAMKESMAS di keluarkan pemerintah. Setelah melobi kami diberi perpanjangan waktu hingga keesokan harinya.

Kembali ke kantor lurah dan berharap KK dan KTP bisa segera di keluarkan. Namun ternyata sangat sulit. Pihak kelurahan hanya mau memberi pengantar pembuatan KK dan KTP jika ada surat pindah dari Gowa. Walau berbagai alasan dilontarkan, namun mereka tak mau menerima. Bahkan orang kelurahan malah menyalahkan orang tua Fardi yang tak mau mengurus kelengkapan administrasinya.
Hari keempat, KK dan KTP belum ada hingga batas waktu yang diberikan RS, selama itu juga tak ada perawatan serius yang diberikan pihak RS.

Fardi akhirnya menjadi pasien umum. Pihak RS baru memberikan pelayanan yang lebih baik, dan mengeluarkan diagnosa penyakitnya. Fardi terkena Typhoid (Tipes). Penyakit yang juga banyak melanda mahasiswa.

Fardi mungkin kecapean, setiap hari keliling kampus mencari botol bekas, kardus, kertas untuk di jual. Di usianya yang masih muda harus dihadapkan pada beban hidup. Mencari sesuap nasi untuk dirinya sendiri.

(sebuah catatan lama tentang sahabat kecil yang hendak mengakses pelayanan kesehatan)

1 komentar:

  1. Terharu sekali bacanya,,
    terima kasih rekan2 Mahasiswa yg sudah menjadi malaikat untuk mereka,,

    BalasHapus