Tumpukan karung berisi gelas air kemasan, dan botol-botol memenuhi area pemukiman pemulung itu. Sampah berserakan dimana-mana. Bau pesing, sampah, bercampur dari comberan menusuk hidung, namun orang-orang yang tinggal disana telah menganggapnya hal biasa. Tak ada WC ataupun kamar mandi permanen di tempat itu. Ada beberapa gubuk berdempet-dempetan . Atap dan dindingnya tak utuh, penuh dengan tempelan plastik ataupun dengan karung bekas. Anak-anak kecil berkeliaran dengan penampilan yang tak terurus. Tak ada pakaian bersih tapi penuh tanah dan lumpur. Pemukiman itu terletak di belakang kampus UNHAS dan Politeknik. Berdampingan dengan rumah kos dan BTN asal mula yang tak jauh dari tempat itu. Di depannya ada komplek s pemakaman umum.
Ada kurang
lebih 10 keluarga yang berprofesi sebagai pemulung menempatinya. Sebagian besar
anak-anak disana putus sekolah, bahkan ada yang tak pernah sekolah. Sejak pagi
mereka harus menyandang karung-karungnya dan berkeliling kampus ataupun di
kompleks perumahan sekitarnya. Memunguti sisa-sisa sampah yang bisa di daur
ulang. Ada penadah yang akan membeli barang-barang tersebut, walau dengan harga
yang sangat murah.
Setiap sabtu
dan minggu sore ada dua atau tiga orang mahasiswa yang akan datang ke tempat itu.
Mereka mengajari anak-anak kecil baca tulis. Awalnya kedatangan mereka ditolak,
namun lama-kelamaan mereka mulai disukai oleh orang tua anak-anak itu.
Telah ada beberapa bulan yang mereka habiskan disana. Tak ada bayaran materi,namun mereka puas melihat anak-anak tersebut tertawa gembira.
Telah ada beberapa bulan yang mereka habiskan disana. Tak ada bayaran materi,namun mereka puas melihat anak-anak tersebut tertawa gembira.
Minggu 2
November 2008 Fardi ,salah seorang anak pemulung tak lagi ikut belajar. Katanya
ia sakit dan tak keluar rumah. Kondisi tubuhnya sangat lemah. Suhu badan yang
cukup tinggi hingga mendekati 40°C. menurut teman-temannya, Fardi telah sebulan
tak bersama mereka. Pernah sekali ia memulung di Fakultas Ekonomi UNHAS dan
jatuh pingsan disana.
Fardi paling
besar diantara teman-temannya, namun juga paling terbelakang dalam pelajaran.
Walau umurnya telah 12 tahun namun ia seperti anak kelas 1 SD yang baru belajar
menulis. Ketertinggalannya membuat ia sering diketawai teman-temannya. Adiknya
Suardi jauh lebih pintar dibandingkan ia. Namun semangat belajarnya tak pernah
padam. Fardi tiga bersaudara, ia anak kedua. Kakaknya Salmiah tinggal di
Bantaeng, menjadi tukang jahit disana. Ia, Suardi dan kedua orang tuanya
tinggal di kompleks pemulung. Mereka telah setahun lebih menempati lokasi itu.
Bersama
Ibunya, Fardi di bawa ke Rumah Sakit Wahidin. Tetap di gubuknya akan membuat penyakitnya
tambah parah. Sampai di Rumah Sakit Fardi langsung di bawa ke Poli anak, tak
ada penanganan disana. Fardi akhirnya di rawat inap di Lontara 4. Tiga hari
menunggu, tanpa kejelasan diagnose penyakit dan perawatan untuknya. Ntah pihak
rumah sakit takut karena belum ada jaminan biayanya akan di tanggung siapa.
Hanya ada waktu 2 hari untuk mengurus KK dan KTPnya agar bisa menggunakan
fasilitas JAMKESDA.
Keluarga
Dg.Paso’ tak memiliki Jamkesmas, mereka tidak terdata di kantor kelurahan
Tamalanrea Indah. Namun mengurus administrasi tak selalu mudah untuk warga
miskin. Ketika ditanya keberadaan KK dan KTPnya. Nurliah (Ibunda fardi) mengaku
tak memilikinya. Biayanya sangat mahal dan mereka tidak punya uang. Untuk
mengurus KK dan KTP mereka di haruskan membayar biaya administrasinya sebanyak
55ribu rupiah.
Hari kedua di
RS kondisi Fardi masih lemah. Siang itu ketika menjenguknya. Suhu tubuhnya
belum juga menurun. Upaya pengobatan dari dokter yang menangani juga belum ada.
Menurut Ibunya, perawat hanya menyuruh Fardi di kompres. Anak itu kuat minum,
demikian dalih perawat. Kami mencari status Fardi, namun menurut perawat belum
ada. Dokter yang menangani mungkin membawanya. Kami hanya ingin tahu penyakit
Fardi dan ingin tahu kenapa belum ada tindakan sama sekali.
“bu kenapa Fardi belum dikasih obat” kami bertanya pada salah seorang perawat. Namun ia malah menyuruh mengambil kartu Obat. Kartu obat sudah ada ditangan, namun tidak bisa digunakan. Hanya dokter yang bisa memberikan tindakan. Sementara mahasiswa yang sedang Koas juga tak bisa berbuat apa-apa.
“bu kenapa Fardi belum dikasih obat” kami bertanya pada salah seorang perawat. Namun ia malah menyuruh mengambil kartu Obat. Kartu obat sudah ada ditangan, namun tidak bisa digunakan. Hanya dokter yang bisa memberikan tindakan. Sementara mahasiswa yang sedang Koas juga tak bisa berbuat apa-apa.
Dari ruang
administrasi lontara 4, oleh perawat yang magang disana. Kita diminta mencari
statusnya di poli anak. Tempat Fardi pertama kali diperiksa.
Dokter jaga di poli anak kebingungan ketika ditanyai kartu status Fardi. Melihat kami mulai emosi doker tersebut hanya menyuruh bersabar dan menunggu hasil pemeriksaan Laboratorium.
Kantor kelurahan Tamalanrea Indah terletak di BTN ANTARA. Pak Lurah yang masih muda mengeluarkan surat Keterangan Tidak Mampu yang bisa dipakai untuk sementara, karena pengurusan KTP dan KK bisa selesai esok harinya.
Dokter jaga di poli anak kebingungan ketika ditanyai kartu status Fardi. Melihat kami mulai emosi doker tersebut hanya menyuruh bersabar dan menunggu hasil pemeriksaan Laboratorium.
Kantor kelurahan Tamalanrea Indah terletak di BTN ANTARA. Pak Lurah yang masih muda mengeluarkan surat Keterangan Tidak Mampu yang bisa dipakai untuk sementara, karena pengurusan KTP dan KK bisa selesai esok harinya.
Hari ketiga
Berbekal SKTM tersebut akhirnya kembali ke Rumah Sakit bertemu petugas di
bagian mobilisasi dana RS.Wahidin. namun sayangnya RS tak mau menerima lagi
SKTM setelah kartu JAMKESMAS di keluarkan pemerintah. Setelah melobi kami
diberi perpanjangan waktu hingga keesokan harinya.
Kembali ke
kantor lurah dan berharap KK dan KTP bisa segera di keluarkan. Namun ternyata
sangat sulit. Pihak kelurahan hanya mau memberi pengantar pembuatan KK dan KTP
jika ada surat pindah dari Gowa. Walau berbagai alasan dilontarkan, namun
mereka tak mau menerima. Bahkan orang kelurahan malah menyalahkan orang tua
Fardi yang tak mau mengurus kelengkapan administrasinya.
Hari keempat, KK dan KTP belum ada hingga batas waktu yang diberikan RS, selama itu juga tak ada perawatan serius yang diberikan pihak RS.
Hari keempat, KK dan KTP belum ada hingga batas waktu yang diberikan RS, selama itu juga tak ada perawatan serius yang diberikan pihak RS.
Fardi akhirnya
menjadi pasien umum. Pihak RS baru memberikan pelayanan yang lebih baik, dan
mengeluarkan diagnosa penyakitnya. Fardi terkena Typhoid (Tipes). Penyakit yang
juga banyak melanda mahasiswa.
Fardi mungkin
kecapean, setiap hari keliling kampus mencari botol bekas, kardus, kertas untuk
di jual. Di usianya yang masih muda harus dihadapkan pada beban hidup. Mencari
sesuap nasi untuk dirinya sendiri.
(sebuah catatan lama tentang sahabat kecil yang hendak mengakses pelayanan kesehatan)
(sebuah catatan lama tentang sahabat kecil yang hendak mengakses pelayanan kesehatan)
Terharu sekali bacanya,,
BalasHapusterima kasih rekan2 Mahasiswa yg sudah menjadi malaikat untuk mereka,,