Pemulung sangat teresploitasi oleh pedagang pengumpul. Di salah satu komunitas pemulung yang ada di jalan politeknik pintu nol UNHAS. Pemulung harus membayar 100 ribu sampai 150 ribu perbulannya pada pedagan pengumpul untuk biaya listrik. Padahal rata rata warga hanya memakai lampu saja. Dalam Satu rumah mereka menggunkan 2 balon lampu bahkan ada beberapa rumah hanya menggunkan satu lampu saja danhampir tak ada perlatan elektronik lain yang menggunakan listrik. Di permukiman itu Hanya ada 2 rumah yang memilki Tv.
Hanya
pada malam hari mereka menggunakan listrik untuk penerangan sebab siang hari
cahaya matahari cukup untuk penerangan dalam rumah. Pada malam hari mereka juga
tak lama menggunkan listrik. Jika jalan jalan permukiman tersebut jam 9 malam
kita tidak akan menemukan lampu lampu yang menyala mereka tidur cepat untu
bangun di subuh hari.
Tidak
hanya itu warga pun mengeluh banyaknya potongan yang diberlakukan pedangan
pengumpul pada semua jenis barang pulungan yang di timbang pada pedagan
pengumpul dikenakan potongan berlebihan. Dalam sepuluh kilo barang yang
pemulung hasilkan akan di bayar dengan harga 7 kilo.
Tak
hanya itu pemulung juga mencurigai adanya kecurangan pada timbangan pedangan
pengumpul faktanyapun dibawah timbangan terdapat campuran pasir dan semen yang
melengket.
Belum
lagi harga jual yang ditentukan oleh pedagan pengumpul sangat jauh dari harga
yang ada di pasaran. Warga sangat bergantung pada pedangan pengumpul.
Ketergantungan warga pada pedagan adalah tempat tinggal mereka.
Pemulung
tidak memiliki tanah untuk mendirikan rumah disinilah pedangan pengumpul
mengikat pemulung. Meski lahan yang di tempati pemulung bukan milik pedagan
pengumpul namun warga tetap takut menjual hasil pulungannya ditempat lain sebab
mereka merasa mereka dibolehkan tinggempata tersebut atal di atas
bantuaan pedangan pengumpul.
Setelah
mengecek ke beberapa pemilik tanah. Ternyata tak pernah ada pedangan pengumpul
yang datang meminta ijin untuk menempati lahan yang menjadi tempat tinggal para
pemulung.
Menurut
pemilik tanah mereka membiarkan pemlung untuk sementara tinggal sampai
pemiliknya akan membangun rumah.
Tak
hanya itu pemulung juga seringkali tidak langsung menerima uang setelah
menimbang hasil pulungan karna pedagan pengumpul menggilir yang menerima uang
langsung setelah menimbang. Kadang kadang tiap tiga hari mereka menimbang
menerima uangnya terkadang 1 sampai 2 minggu. ini benar benar menyulitkan warga
pemulung. Karna tiap harinya mereka harus belanja untuk kebutuhan makan.
Kondisi
ini mendesak warga berutang pada tetangga ataupun pada pedagang kios kios jika
ada yang sedang berbaik hati. Dalam keadaan terdesak warga kadang meminjam pada
uang yng berbunga pada rentenir. Uang yang dipinjam direntir untuk kebutuhan
sehari hari seperti untuk beras jika sedang habis.
Pemulung
sangat rentan mereka tak punya jaminan hidup terlebih jika Jika sewaktu
waktu mereka sakit. Mereka sama sekali tak punya jaringan pengamanan. Tak ada
tetangga yang lebih kaya untuk meminjam. Tak ada kerabat dekat yang bisa mereka
mintai bantuaan. Hanya ada pedagang pengumpul yang makin membuat mereka makin
terikat dengan perasaan utang budi, sehingga plastik yang mereka jual
dibeli murah sekalipun tak bisa mereka tolak dan memiliki kebebasan menjual ke
pedagang pengumpul yang membeli lebih mahal.
Kondisi
ini membuat seluruh anggota dalam keluarga harus bekerja. Didalam rumah bapak,
ibu, anak anak sama sama bekerja. Asal anak mereka sudah bisa jalan orangtua
akan membawa anaknya memulung
Anak
anak yang seharusnya masih bermain terpaksa kehilangan hak hak lainnya.
Seharunya Negara memberi perlindungan dan rasa aman pada mereka.
Meski sebenaranya telah di atur dalam undang undang no 23
tahun 2002. Namun ini tidak memberi jaminan rasa aman kepada mereka.
Anak
anak pemulung bekerja dari pagi hingga sore hari. Jam 4 sore mereka akan pulang
bersama orang tua mereka ataupun mereka pulang sendiri. Selain waktu yang
tersita untuk bekerja anak anak juga sangar rentan mengalami kekerasan.
Seringkali mereka akan bertemu dengan komunitas lain seperti pedagan jajanan
yang berkeliling dikampus. Berawal dari ejekan satu sama lain dan akhirnya
berakhir dengan perkelahiaan. Tak hanya konflik antar pekerja anak anak yang
berbeda komunitas tapi seringkali mereka megalami kekerasan dilingkungan
pekerjaan mereka.
Konflik
konflik kecil susah dihindarkan antar sesama pemulung. Soal wilayah pulungan
seringkali anak anak yang jadi korban. Anak anak seringkali harus berhadapan dengan
pemulung dewasa. kadang kadang mereka mengusir anak anak yang sedang memulung
ditempat pembuangan sampah yang ada dikampus.Konflik yang terjadi bisanya saat
anak anak ini mencari ditempat tertentu yang telah di anggap pemulung lain
adalah wilayahnya.
Pernah
sekali ada anak yang menagis di bawah pohon. Ia mengeluhkan tangannya sakit.
Katanya tangannya diputar oleh seorang pemulung dewasa karna dituduh mencuri
barangnya. Padahal anak itu mengambil gelas plastic yang baru saja di buang
salah seorang mahasiswa yang baru saja melaksanakan kegitan di gedung GPI
Unhas.
Belum
lagi jika anak anak ini tidak mendapat hasil yang banyak karna mereka bermain
dengan teman teman pemulung anak anak yang lainnya. di rumah mereka akan kena
marah dari orangtua bahkan sampai dipukuli.bahkan ada yang terusir dari rumah
mereka dan harus tinggal sendiri.
Sangat
banyak kasus yang pernah terjadi. Anak anak ini tak hanya rentan mengalami
kekerasn fisik tapi mereka juga banyak kehilangan waktu bermain dan tak
memiliki kesempatan untuk bersekolah. Anak ini tumbuh dalam kondisi yang
sulit prustasi dengan keinginan keinginan anak anak yang tak terpenuhi lalu
menjadi “nakal” seperti orang kebanyakan bilang. Sejak kecil stigma buruk
melekat pada mereka. Tapi apakah ini pilihan mereka? Silahkan anda menjawab
Saat
ini tercatat 3,7 juta anak.
Anak
anak pemulung ini hanya bagian kecil dari pekerja anak yang tersebar diberbagai
sector. Tak terhitung pula kasus kasus kekersan yang terjadi tapi
sepertinya hanya menjadi sederetan fakta fakta yang memberi rasa iba pada kita.
Tapi apakah rasa iba cukup menyelaisakan mampu menghindarkan mereka dari
kekerasan dan rasa aman atau memenuhi hak hak mereka?
Lalu siapa yang dimaksudkan Undang undang dasar
kita yang berbunyi “fakir miskin dan anak anak terlantar dipelihara oleh
Negara”penulis : Rahiwati Sanusi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar